MAKALAH
METODOLOGI STUDI ISLAM
ISU-ISU
KONTEMPORER: FUNDAMENTALISME ISLAM, MODERENISASI VS KONSERVATISME, ISLAM DAN
HAM, AHMADIYAH


DISUSUN
OLEH:
AFRITA HARTANTI (12222003)
ASRI ARUM SARI (12222014)
DEA ASIH SUPRIANTI (12222019)
FAUZIATUL ISLAMIYAH (12222036)
DOSEN
PEMBIMBING
ENDANG
ROHMIYATUN, M.Hum
JURUSAN
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan
kehidupan yang terjadi. Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari
segi permasalahan sosial yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu
kontemporer tersebut sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali
dijadikan sebagai problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan
islam karena arti sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu
kontemporer tersebut merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari ajaran
agama islam.
Berbagai isu-isu
kontemporer yang awal mulanya timbul dari bangsa barat yang hingga saat ini
masih sering kita dengar, lihat dan saksikan diberbagai media yang tidak jarang
berupa buku, majalah, koran, televisi, radio dan media yang sekarang sudah
bebas untuk kita akses yaitu internet.
Jika dikaitkan Islam
dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan banyak spekulasi yang
bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas islam yang menolak keras
terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun ulama-ulama besar islam. Pemikiran
yang bertolak belakang dengan islam malah menimbulkan ke-antian terhadap negeri
barat itu karena dianggap bahwa istilah-istilah tersebut berasal dari
tradisi-tradisi barat. Perkembangan
islam di Indonesia memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di
nusantara ini memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan
membawa wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan
realitas sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. Dalam
perkembangannya upaya reaktualisasi diharapkan dapat menjawab problematika
kemasyarakatan dan sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Islam dinamis yanng diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer
yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia misalnya Fundamentalisme Islam, Modernisme
versus Konservatisme, Islam dan HAM, Ahmadiyah, dll.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini.
1. Apa saja
isu-isu kontemporer?
2. Bagaimana
isu-isu kontemporer fundamentalisme Islam?
3. Bagaimana
isu-isu kontemporer moderenisasi versus konservatisme?
4. Bagaimana
isu-isu kontemporer Islam dan HAM ?
5. Bagaimana
isu-isu kontemporer Ahmadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISU-ISU
KONTEMPORER
Isu-isu global kontemporer adalah isu yang
berkembang serta meluas setelah Perang Dingin berakhir pada era 1990-an. Pengertian
mengenai isu-isu global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut
yang tidak lagi didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang
nuklir, persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan
diplomasi krisis. Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global
yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security antara
negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang (developing
countries) serta masalah lingkungan.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir
sebagai bentuk baru ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak
berakhirnya Perang Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global
Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yang
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang
dilakukan oleh non-state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu
atau warga negara yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman tersebut dapat berupa tindakan terorisme
atau kejahatan transnasional yang terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC),
kesejahteraan (kemiskinan), degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik
komunal yang berdimensi internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya. Berkembangnya
isu-isu global merupakan akibat dari perkembangan ancaman dan berbagai persoalan
kontemporer yang bersifat nonkonvensional, multidimensional, maupun
transnasional tersebut. Meluasnya persoalan global kontemporer ini juga
didorong oleh perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dalam era
globalisasi pasca Perang Dingin. Dengan demikian, isu-isu global kontemporer
dengan sifat-sifat utamanya tersebut telah mengalami transformasi yang
menggeser persepsi mengenai ancaman keamanan yang bersifat konvensional.
Berbeda dengan isu-isu global kontemporer yang
berkembang setelah Perang Dingin berakhir, ancaman keamanan konvensional
sebelumnya telah mendominasi isu-isu politik internasional selama era Perang
Dingin dengan hanya berorientasi terhadap ancaman militer atau perluasan
ideologis dari persaingan dua negara adidaya dalam sistem internasional.
Persoalan-persoalan yang dikategorikan sebagai isu ancaman
nonmiliter/nontradisional di antaranya adalah:
1.
Degradasi
lingkungan,
2.
Kesejahteraan
ekonomi,
3.
Organisasi
kriminal transnasional,
4.
Migrasi
penduduk.
2.2 FUNDAMENTALISME
ISLAM
a. Pengertian Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah paham atau
pemikiran yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas. Secara
etimologi fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti hal-hal
yang mendasar atau asas-asas. Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan,
fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat
reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli
seperti tersurat dalam kitab suci. Gagasan dan posisi umat beragama yang
mengacu pada istilah “fundamentalisme” tampaknya masih perlu dielaborasi lebih
jauh lagi.
Kontroversi mengenai istilah
“fundamentalisme” berasal dari kenyataan bahwa istilah tersebut bukan berasal
dari islam atau agama-agama lainnya, melainkan berasal dari agama Kristen
protestan. Pandangan dasar yang menandai gerakan fundamentalisme protestan ini
adalah bahwa orang harus berpegang teguh pada kitab suci secara leterlek,
lebih-lebih dalam menghadapi pandangan evolusionisme Darwin yang pada saat itu
ramai dibicarakan kalangan agama (Mujiburrahman, 208).
Tetapi, walaupun asal-usul istilah
fundamentalisme itu bukan berasal dari islam, sebagian sarjana dapat
menerimanya untuk dipakai dalam rangka menjelasakan fenomena tertentu dari
gerakan islam dengan catatan bahwa istilah itu tidak dipakai sebagai cap atau
label untuk mendiskreditkan islam sebagaimana yang sering kali dilakukan oleh
media massa melainkan sebagai sebuah konsep akademik yang netral. Selain
istilah “fundamentalisme islam” beberapa sarjana juga menggunakan istilah
“islamisme” sebagai padanannya, sementara yang lain mencoba menggunakan istilah
lain seperti “revivalisme”. Sementara itu banyak sarjana yang menilai bahwa
fenomena gerakan fundamentalisme islam sebenarnya adalah gerakan politik
sehingga mereka menyebutnya dengan “islam politik”.
Adanya fundamentalisme dalam agama juga
telah memunculkan bebera organisasi kemasyarakatan. Lebih tepatnya bukan
organisasi tetapi majelis ilmu, karena didalamnya juga membahas kajian-kajian
tentang islam.
Menurut Tarmizi taher dalam bukunya
menyatakan bahwa, krisis yang
muncul dalam negara-negara yang baru ini memberi ruang bagi sementara kalangan
agamawan untuk membentuk gerakan-gerakan radikal. Mereka berusaha menolak
tatanan yang ada, baik sistem negara, hukum dan kebudayaan, untuk kemudian
diganti dengan sistem islam. Penolakan mereka sangat radikal, dan begitu juga
konsep kehidupan yang mereka tawarkan. Berbeda dari kaum revevalis yang sekadar
ingin mengembalikan kemurnian islam atau kaum reformis yang bertujuan
memodernisasi islam, kalangan radikalis memepercayai kesempurnaan islam bagi
seluruh dimensi kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berusaha mengganti
semua institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik dengan model islam (Tarmizi, 1998). Memang benar adanya bahwa ketika tingkat emosi keagamaan
itu muncul maka benar dikatakan bahwa umat islam hanya menginginkan islam
sebagai aturan hidup, bukan hanya dalam proses peribadatan saja, namun mencakup
lingkup sosial, budaya, dan agama. Ketika disandingkan dengan islam,
sesungguhnya islam telah mengatur semua tatanan hidup manusia baik dari segi
aturan ekonomi, hukum, sosial, kebudayaan, dan lain-lain. Kesempurnaan yang
dimiliki oleh islam yang tidak dimiliki oleh agama lain sangat dirasakan bagi
seorang yang mendalami betul arti islam, menerapkan dalam kehidupan, cara
berpikir dan berpandang. Sehingga tidak heran jika dikatakan bahwa kelompok
yang menolak berbagai tatanan pemerintahan yang ada dan menggantinya dengan
sistem islam mengetahui bahwa esensi islam
itu sendiri. Jadi tidak dapat kita menyalahkan terhadap hal tersebut.
Namun
demikian, dengan tidak terwujudnya masyarakat yang adil, para penguasa muslim
dianggap sebagai penerus kebijakan-kebijakan ekonomi
dan politik yang pada abad pertengahan 1970-an, telah mengantarkan pada
krisis yang memunculkan gerakan-gerakan fundamentalis (Haideh, 2004).
Gerakan-gerakan inilah yang sering memunculkan banyak spekulasi bahkan gerakan-gerakan ini dianggap
sebagai teror kancah politik. Tampaknya, sampai dimanapun perdebatan ini akan
senantiasa ada, namun yang jelas untuk sementara waktu bahwa berbagai peristiwa
teror, bom bunuh diri dan lain-lain sejenisnya akhir-akhir ini selalu
diidentikan dengan islam (Abbas, 2008).
b. Perspektif Islam Terhadap Fundamentalisme
"Menurut istilah ushuliyah “fundamentalisme”. Kita hanya
mendapatkan kata dasar istilah itu, yaitu al-ashlu dengan makna “dasar sesuatu “ dan “kehormatan”
. bentu pluralnya adalah ushul.
Dalam Al-Qur’anul Karim disebutkan (Imarah, 1999). Berikut beberapa Ayat
yang menyangkut dengan hal tersebut.
Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit. (QS. Ibrahim:24). Dari ayat diatas, warisan keilmuan islam dan
peradabannya, serta kamus-kamus arab yang tidak mengenal istilah ushuliyah ‘fundamentalisme’
dan pengertian-pengertian yang dikenal Barat atas istilah ini
Agama islam sebagai sebuah intuisi kebenaran oleh seluruh
lapisan. memiliki peranan penting bagi kelangsungan
gerakannya dan menjadi sebuah mekanisme internal yang terpenting dalam
perkembangannya, karena memuat seperangkat doktrin yang dirumuskan dalam sebuah
maksud dan tujuan gerakan yang diantaranya adalah fundamentalisme yang
digunakan untuk menyebut gerakan keagamaan dalam berbagai karya tulis, telah
menjadi istilah yang sangat popular dan bahkan controversial. Meskipun pada mulanya fundamentalisme menunjuk sebuah fenomena gerakan Kristen
Protestan , namun sekarang istilah ini secara luas
dipakai untuk menyebut gerakan yang terjadi dikalangan
masyarakat Islam, Katolik, (sunni,
syiah), Yahudi, Hindu Budha dan Zoroaster.
Meskipun demikian, jika makna fundamentalisme itu ditekankan pada
originalitas sumber serta prinsip-prinsip dasar ajaran islam terdapat kelompok
kecil aliran pemikiran dalam islam,tapi secara intelektual sangat penting, yang
bisa dideskripsikan sebagai fundamentalisme. Kelompok ini berpendapat bahwa
Al-Quran dan Sunnah merupakan pokok
sumber ajaran islam dan mengikat untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari,
bahwa produk pemikiran keagamaan klasik dan pertengahan tidak mengikat, bahwa
dalam beberapa hal produk pemikiran ini mengakibatkan kemalasan berpikir dalam
islam, bahwa selama masa kekaisaran islam, banyak penguasa muslim mengakomodasi
terlalu banyak tradisi lokal yang non islam, bahwa paling tidak terdapat
tarekat sufi terlibat dalam praktik-praktik ajaran non islam, bahwa
mengkultuskan diri seseorang dinilai sebagai politeisme, dan bahwa setiap
muslim harus mempelajari dan mengamalkan Al-Quran dan Sunnah.
2.3
Modernisme
versus Konservatisme
Kata-kata "modern",
seperti kata lainya yang berasal dari
barat, telah di pakai dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia,
kata modern diartikan sebagai yang terbaru, secara baru, mutakhir.
Selanjutnya kata modern erat pula kaitanya dengan modernisasi yang
berarti pembaharuan atau dalam bahasa arabnya biasa dikenal dengan istilah
tajdid.
Modernisasi mulai diperbincangkan
pada abad ke-17. Ini terjadi sebagai efek dari inovasi di masa
renaissance yang merubah paradigma masyarakat dunia. Kala itu, kata ini hanya
dipahami sebagai proses perubahan menuju sistem sosial, ekonomi dan
politik yang berkembang di Amerika dan Eropa barat. Lama kelamaan kata ini
beralih menjadi westernisasi atau pembaratan.
Secara teoritis, kata ini juga diartikan
sebagai suatu bentuk perubahan sosial. Modernisasi juga
merupakan direct change (perubahan terarah) yang pada hakekatnya
masuk dalam ranah kajian social planning (perencanaan sosial).
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung
nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa latin,
conservare, melestarikan, menjaga, memelihara dan mengamalkan.
Sebagaimana yang diketahui arti dari konservatisme adalah filsafat
politik yang didukung oleh nilai-nilai tradisional. Dimana pemikiran
konservatisme dianggap biang dari segala kebekuan pemikiran, sehingga seseorang
yang memiliki pemikiran konservatif tidak akan
maju. Apabila pada islam diterapkan pemikiran konservatif maka islam
dipandang sebagai agama yang terbatas pemikirannya, kampungan dan irasional.
Menurut
Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar politik. Beliau
mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara kreatif, seorang
muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-masalah internal
umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad pertengahan secara
taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-praktik sufi. Dalam
pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan diri dari persoalan
tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan menemui banyak hambatan
dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar yang penting, menurut Deliar
adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan berfungsi hingga sampai pada
suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan zaman, jika umat islam benar-benar
yakin bahwa islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari pandangan Deliar diatas, dapat diuraikan
bahwasannya Deliar mengajak umat islam untuk bersikap positif terhadap
perkembangan zaman pada saat ini. Karena dengan terus berkembangnya zaman modern
sekarang tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan islam.
Apabila seorang muslim mempunyai pemikiran konservatif atau tradisional maka
umat islam tidak akan bisa berperan atau berfungsi pada zaman modern ini serta
tidak akan pernah maju dalam berpikir.
Apabila suatu pemerintahan menjadi sebuah
pemerintahan konservatif, maka pemerintahan tersebut akan gagal menjadi
pemerintahan yang berhasil. Karena keterbatasannya dalam berpikir serta
mengancam suatu Negara yang memiliki karakter plural dan toleran. Pada suatu
Negara tidak hanya ada satu agama tetapi bermacam-macam agama, apabila dalam
suatu Negara menggunakan pemikiran konservatif maka pada Negara tersebut akan
terus terjadi peperangan antar agama, karena saling membenarkan ajaran sesama
agama serta tidak adanya rasa toleran terhadap antar agama.
2.4 ISLAM DAN
HAM
Hak asasi
manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa dari sejak lahir
sebagai anugrah dari Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau
penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia
yang bersifat kodrati.
HAM dalam islam
lebih dikenal dengan istilah huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah.
Dalam islam huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah tidak dapat
dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterkaitan satu dengan
yang lainnya. Inilah yang membedakan konsep Barat tentang HAM dengan konsep
Islam.
Dalam Al-quran
Allah menjamin hak-hak manusia, seperti:
a.
Islam melarang
umatnya untuk membunuh (QS. Al- An'am (6):151).
b.
Melindungi hak
hidup (QS. Al-Baqarah (2):195 ).
c.
Hak merdeka
beragama agama (QS. Yunus (10):99).
d.
Memperoleh hak
nya (QS. An-Nisa (4):2)
e.
Hak memilh
pekerjaan yang layak (QS. Al-Mulk (67):15)
f.
Hak mendapatkan
pelajaran (QS. At-Taubah (9):122).
2.5
Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad
di India. Mirza lahir 15 Februari 1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di india.
Misi jemaat Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925.
Latar-belakangnya adalah sikap keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang
berasal dari pesantren/madrasah Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern berbeda dengan
institusi-institusi Islam Ortodox pada masa itu. Misalnya para santrinya tidak
hanya mendalami Bahasa Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan
membaca tulisan latin. Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar
tentang orang Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang Da’i Islam
berasal dari India Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka.
dan inilah yang mendorong beberapa santri. Untuk mencari tokoh itu. Zaini
Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang Santri Thawalib
yang berangkat. Mereka sampai di Lahore masa itu masih India kini masuk wilayah
Pakistan pada tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan
berdialog dengan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu Khalifatul Masih Ii
Ra. Dan akhirnya mereka Bai’at dan Belajar Di Qadian mendalami Ahmadiyah. Atas
permohonan mereka kepada Khalifatul masih Ii maka dikirimlah utusan pertama
jemaat Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun 1925. Pusat jemaat Ahmadiyah indonesia
sejak tahun 1935 berada di jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke parung,
Bogor. Ahmadiyah masuk di indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar
200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat,
Palembang, Bengkulu, Bali. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang bertentangan
dengan Islam. Berdasarkan Dalil Aqli
a. Mirza
Ghulam Ahmad mengakui dirinya Nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya
menerima wahyu yang turunnya di india. kemudian wahyu-wahyu Itu dikumpulkan
seluruhnya sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama kitab suci
Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab suci Al-Qur’an.
b. Mereka
meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci
Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Allah.
c. Wahyu
tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan rasul tetap diutus sampai
hari kiamat juga.
d. Mereka
mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
e. Mereka
Mempunyai Surga Sendiri Yang Letaknya Di Qadian dan rabwah dan sertivikat
kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
f. Wanita
Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah, tetapi lelaki
Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
g. Tidak
boleh bermakmum dengan dibelakang imam yang buka Ahmadiyah. Ahmadiyah Mempunyai
Tanggal, Bulan, Dan Tahun Sendiri, Yaitu
1.
Bulan,
a. Tabligh
b. Aman
c. Syahadah
d. Hijrah
e. Ikhsan
f. Wafa
g. Zuhur
h. Tabuk
i. Ikha
j. Nubuwah
k. Fatah.
Nama Tahun Mereka Adalah Hijri
Syamsi (Disingkat Hs). Ajaran mereka menganggap kita (yang bukan pengikut
ahmadiyyah itu kafir. Makanya hal itulah yang bertentangan dengan akidah
islam yang benar.
BAB III
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Islam dan isu-isu kontemporer merupakan dua hal yang
berbeda, namun jika dilihat dari cara pandang yang berbeda dari masing-masing
pihak, maka akan menimbulkan perspektif atau spekulasi yang berupa interpretasi
berbeda pula. Meskipun secara arti dan asal-usul bersumber memang bukan dari
islam, tapi tidak salah jika kita lebih teliti dan jeli dalam menaggapi isu-isu
kontemporer yang ada jika ingin mengaitkannya dengan islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmizi Taher dan Eddy Kristiyanto, dkk.
1998. Radikalisme
Agama. Jakarta. PPIM-IAIN.
Haideh
Moghissi. 2004. Feminisme dan Fundamentalisme Islam. Yogyakarta. LKiS
Yogyakarta.
Abbas T. 2008. Metodologi Studi Islam. Kendari. CV. Sahdar.
Dr. Muhammad Imarah. 1999. Fundamentalisme dalam Perspektif Barat dan Islam. Jakarta. Gema Insani.
Website:
http:// Pesantren IAIN SA Urgensi
Peradaban Dunia Islam Modern.html