PRAKTIKUM
V
PEMBUATAN PREPARAT APUS
DARAH MANUSIA
ASRI ARUM SARI
NIM. 12222014
ASISTEN
THORIQ
ALFARABI
DOSEN
PEMBIMBING
FITRATUL
AINI, M.Si
LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
TADRIS BIOLOGI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah
merupakan bagian terpenting bagi makhluk hidup, karena darah mempunyai peranan
yang sangat penting dalam sistem transportasi. Darah
mengedarkan sari-sari makanan, cairan endokrin serta mengikat oksigen dan CO2.
Seacara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat karena pada
dasaranya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang
berbentuk plasma. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat dalam
arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan
integritas. Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan menggunakan
mikroskop cahaya pada umumnya dibuat preparat sediaan apus.
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan
maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi
yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland,
2002). Sediaan apus
darah ini tidak saja untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi
juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan antar masing-masing jenis
sel darah.
Selain itu
dengan pembuatan apus maka darah yang kita gunakan akan dapat bertahan lebih
lama dibandingkan apabila kita menggunakan preparat darah basah. Karena darah
mempunyai kemampuan cepat membeku apabila terkena udara sehingga
komponen-komponen darah menjadi rusak. Dengan pembuatan sediaan apus komponen
darah akan dapat dipertahankan mendekati keadaan awal saat masih segar. Hal ini
disebabkan pada pembuatan sediaan apus mengalami beberapa perlakuan. Hal-hal
tersebut dapat diketahui dengan melakukan praktikum mengenai pembuatan preparat
apus sel darah tepatnya darah manusia.
1.2 Tujuan Praktikum
a.
Membuat preparat
apus darah dengan metode apus dan pewarnaan metode Rowanowski
b. Menganalisis
hasil pembuatan preparat apus darah dengan metode apus dan pewarnaan Rowanowski
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Darah
Darah
adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah.
Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau
kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri
dari sel darah ( Evelyn C. Pearce dalam Arista,2012) .
Fungsi
utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu,
pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama
hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara
efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya
dalam darah, hanya melintas saja. Darah berwarna merah, antara merah terang
apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah
pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein)
yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen ( Pebri, 2012).
Manusia
memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam
pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung
menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan
menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke
jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh
oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh
melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian
kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava
inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obatobatan dan
bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai
air seni. ( Habibi, 2012)
Darah terdiri daripada
beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang
lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut
plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari:
a. Sel
darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit
tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel
dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel
darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan
eritrosit menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 -
1,0%), bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
b. Sel
darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit
bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan
benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau
bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang
yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang
kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
c. Plasma
darah
Pada
dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan pembeku darah,
immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein, berbagai jenis garam (
Pebri, 2012)
B.
Sediaan
Apus Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan yang
sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak
sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak
sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah
(kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari.
Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang
memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang
bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut
kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca
perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat
sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan
darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi
menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan
modifikasi metode Romanosky (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang
sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang telah dikeringkan
diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5 menit. Semakin lama
pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus
yang yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah
baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau yang lain (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan
manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada
sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya
yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum
digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari
morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit
darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau
larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam
laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari
larutan baku Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan dalam Pebri, 2012).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus
yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah oleh
penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran methylen blue
dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu inti leukosit.
Pembuatan
sediaan apus menggunakan beberapa bahan yang berupa larutan-larutan khusus yang
memiliki fungsi masing-masing. Diantaranya menggunakan methanol/ alkohol 100%,
alkohol ini diteteskan ke atas sediaan, sehingga bagian yang terlapis darah
tertutup seluruhnya. Metanol
atau alkohol ini berfungsi untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel
pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di
dalamnya. Dari literatur lain disebutkan, tujuan fiksasi adalah untuk
menghentikan proses metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan jaringan,
mengawetkan komponen-komponen sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan
sebenarnya, dan mengeraskan (Rudyatmi, 2011).
Kemudian
menggunakan larutan pewarna giemsa. Pewarna Giemsa sebagai pewarna yang
umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar sediaan terlihat lebih jelas.
Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini
banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk
identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Giemsa ini
memberikan warna biru.
Pembuatan sediaan apus juga
menggunakan xylol. Xylol berfungsi untuk menjernihkan sediaan, karena zat
pewarna Giemsa masih bersisa disediaan. Xylol terus diberikan agar sediaan
tidak kering. Pada akhir pengamatan sediaan apus yang telah dibuat, kaca bendaa
diberi zat entellen serta langsung ditutup kaca penutup. Zat entellen ini
berfungsi untuk melekatkan kaca penutup pada objek, selain itu agar objek yang
sudah diamati tidak rusak dan tetap awet (Mescher, Anthony L.
2012).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada
hari Senin, 03 Juni 2013 pukul 10.30 WIB. Tempat pelaksanaan praktikum di
laboratorium biologi MIPA Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah
Palembang.
3.2 Alat
dan bahan
·
Mikroskop
·
Obyek
glass
·
Cover
glass
·
Blood
lancet
·
Giemsa
fluka
·
Etanol
·
Methanol
·
Darah
( manusia atau mencit )
3.3 Cara
kerja
1.
Diambil
setetes darah ( manusia, katak, mencit ) dan diteteskan pada obyek glass
2.
Ditipiskan
darah dengan menggunakan tepi obyek glass dan ditunggu sampai kering.
3.
Hapusan
yang sudah kering ditetesi dengan methanol ( obyek glass dimiringkan ) hingga
merata dan ditunggu hingga kering ± 1 jam
4.
Pembuatan
pewarna sel ddengan cara mencampurkan giemsa fluka dan buffer giemsa/ etanol (
1: 5 )
5.
Diteteskan
pewarna giemsa pada apusan dan ditunggu
selama 15 – 30 menit ( hingga berubah menjadi warna ungu )
6.
Kemudian
dibilas dengan air mengalir hingga tida ada pewarna giemsa yang tersisa dan
dikeringkan.
7.
Diamati
di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah kemudian dengan perbesaran kuat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Adapun hasil dari praktikum pembuatan preparat
apus darah adalah sebagai berikut:
4.2
Pembahasan
Dari hasil praktikum di atas dapat diketahui bahwa
pada kegiatan ini,pengamatan apus darah menggunakan darah manusia yang berasal
dari mahasiswi bernama Asri Arum Sari. Sediaan apus darah diwarnai dengan
pewarna Giemsa fluka yang merupakan pewarna khusus darah. Berdasarkan
pengamatan preparat cukup rapid an berwara ungu kegelapan. Dapat
terlihat adanya eritrosit dan leukosit.
Eritrosit yang berhasil terlihat pada
pengamatan ini berbentuk bulat dan terlihat dari atas, bagian tengahnya seperti
mengalami pelekukan bukan inti sel. Eritrosinnya berwarna merah dan terlihat
banyak mendominasi setiap lapang pandang
mikroskop. Leukosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk bulat
dan lebih besar daripada eritrosit dan berinti. Dibagian tengah sel terlihat granul
berwarna ungu lebih gelap dengan berbagai bentuk. Meskipun ditemukan beragam
bentuk leukosit, namun pengamat masih belum dapat menentukan katagori leukosit
tersebut apakah termasuk granulosit atau agranulosit. Hal ini karena
keterbatasan pengamat dan media. Trombosit pada apus darah memiliki bentuk
beragam dan tidak teratur. Ukurannya ada yang kecil dan besar serta berwarna
ungu gelap.
Sel leukosit terlihat mencolok pada
preparat karena intinya yang berwarna biru. Sehingga kita dapat membedakannya
dengan eritrosit. Inti leukosit bersifat basa, sehingga jika direaksikan dengan
pewarna basa maka sel tersebut akan menyerap warnanya.
Eritrosit memiliki kadar yang paling
banyak dalam darah jika dibandingkan dengan leukosit dan trombosit. Jumlah
eritrosit antara individu yang satu dengan individu yang lain itu berbeda-beda.
Ini dapat disebabakan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketinggian
tempat. Individu yang hidup di daerah dataran tinggi akan memiliki jumlah
eritrosit lebih banyak dibandingkan individu yang hidup di dataran rendah. Ini
terkait dengan kebutuhan fisiologinya. Pada individu yang hidup di dataran
tinggi membutuhkan asupan oksigen yang cukup, sedang kandungan oksigen di
dataran tinggi lebih sedikit sehingga membutuhkan banyak Hb untuk mengikat
oksigen. Begitu juga sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Sediaan apus darah
adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi,
seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan
apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan yang baik.
Dalam pewarnaan menggunakan metode pewarnaan
Romanowski yakni
dengan menggunakan pewarnaan giemsa fluka. Metode ini digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,
sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit
darah misal Tripanosoma, Plasmodia danlain-lain dari golongan protozoa.
5.2
Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan
disarankan agar dalam membuat preparat darah harus
dilakukan secara hati-hati dan terampil dan juga untuk menghasilkan preparat
yang baik dan jelas, sebaiknya pada waktu melakukan pengapusan diusahakan
setipis mungkin. Dan ketelitian
dan kesabaran menjadi pokok dalam praktikum, karena hal tersebut menjadi penunjang kesuksesan dalam praktikum.
Disamping itu diharapkan agar mahasiswa dapat menjaga ketertiban dalam
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Arista,2010.PreparatApusDarah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-aristakurn-5312-2-bab2.pdf. Diakses
pada Kamis, 6 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB
Evita,2010.Preparat
Darah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus
gdl-evitapradi-5656-2-babii.pdf. Diakses pada
Kamis, 6 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB
Habibi,2012. Blood Smear. http://habibi.staff.ub.ac.id/files/2012/11/blood-smear.pdf.
Diakses pada Kamis, 6 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB
Mescher, Anthony L.
2012. Histologi Dasar JUNQUIERA. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pebri,2012. Apus
Darah. http://pbr2008unj.files.wordpress.com/2012/08/apus-darah.pdf.
Diakses pada Kamis, 6 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB
Rudyatmi,Eli.
2011. Bahan Ajar Mikroteknik.
Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES