MAKALAH ILMU BUDAYA
DASAR
“MASYARAKAT PRIMITIF,
AGRARIS, dan INDUSTRIAL”
OLEH:
1.
ASRI
ARUM SARI ( 12222014 )
2.
BUNGA
PRATIWI ( 12222018 )
3.
DESTIANAH ( 12222024 )
4.
FAUZIATUL
ISLAMIYAH ( 12222036 )
DOSEN PEMBIMBING
ENDANG ROCHMIATI
PROGRAM STUDI
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masyarakat
adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung
proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam
masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan
proses perkembangan kehidupan. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan
sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu.
Tetapi masyarakat dapat pula diartikan sebagai subyek, yakni sebagai perwujudan
warga masyarakat dengan semua sifat (watak) dalam suatu gejala dan manifestasi
tertentu atau keseluruhan[1].
Bagi
setiap warga masyarakat akan lebih baik
apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian dari padanya. Lebih
dari pada itu, bukanlah seseorang itu adalah warga masyarakat yang sadar atau
tidak, selalu terlibat dengan proses dan mekanisme masyarakat itu. Tiap-tiap
pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif, melainkan dalam
kondisi-kondisi tertentu ia menjadi warga masyarakat yang aktif. Kedudukan
pribadi yang demikian di dalam masyarakat, berlaku dalam arti, baik masyarakat
luas maupun masyarakat terbatas, dalam lingkungan tertentu adalah suatu
kenyataan bahwa kita hidup, bergaul, bekerja, sampai meninggal dunia, di dalam
masyarakat.
Masyarakat
sebagai lembaga hidup bersama, bahkan tidak dapat dipisahkan dari pada
warga masyarakatnya dengan segala hubungan dan interaksi yang berlangsung di
dalamnya. Begitu juga interaksi yang terjadi di dalam masyarakat primitif,
masyarakat agraris ataupun masyarakat indusrtial. Tiap masyarakat tersebut
telah memiliki ciri serta kebudayaan yang merupakan hasil dari masyarakat itu
sendiri, baik itu adat istiadat, bahasa ataupun kepercayaan. Kebudayaan yang
tinggi atau modern akan mempengaruhi cara pandang (fikir) terhadap kehidupan
sehingga memacu rasionalitas dalam menghadapi kehidupan untuk mencapai tingkat
peradaban tinggi. Sementara kebudayaan
primitif cenderung irrasional sehingga tidak menghasilkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan kebudayaan Primitif?
2. Apakah yang
dimaksud kebudayaan Agraris?
3. Apakah yang
dimaksud kebudayaan Industrial?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui serta memehami apa itu kebudayaan Primitif.
2. Untuk
mengetahui serta memahami apa itu kebudayaan Agraris.
3. Untuk
mengetahui serta memahami apa itu kebudayaan Industrial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan Primitif
Kebudayaan
primitif dapat diartikan sebagai kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang
bersahaja dan sederhana, baik dilihat dari struktur sosial maupun
kebudayaannya. Dalam kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat primitif,
pengguna teknologi masih sangat terbatas, tidak mempunyai alat-alat modern,
belum menggunakan sistem keuangan dan belum tahu menulis dan membaca. Setiap
masyarakat mempunyai sistem ekonomi tersendiri sebagai cara untuk mendapatkan
makanan. Ada masyarakat yang bertani, berternak dan berburu[2].
Masyarakat
primitif adalah masyarakat yang hidup dizaman sebelum ada pendidikan. Mereka
hidup dengan mengandalkan alam, tetapi tidak dikuasai oleh alam. Masyarakat
primitif masyarakat yang telah mempunyai akal. Merekapun menemukan, belajar,
dan mengambil keuntungan dari pengalaman hidup mereka bersama alam.
Masyarakat
yang belum mengenal tulisan sering kali dinamakan masyarakat primitif,
sementara masyarakat yang sudah mengenal tulisan disebut masyarakat modern.
Secara umum orang sering kali mengatakan bahwa masyarakat tradisional harus
dimodernisasikan dengan cara menggantikan tradisi lisannya menjadi budaya
tulisan. Tradisi lisan juga sering disalahkan sebagai penyebab dari ketiadaan kebiasaan
membaca disebuah masyarakat.
Kelisanan
juga sering dikaitkan dengan masyarakat primitif dan diasosiasikan dengan
masyarakat yang kecil, homogen, tidak mengandalkan tulisan, melainkan
mengandalkan hubungan personal. Masyarakat seperti ini sering juga disebut
masyarakat mistis yang kurang mengandalkan logika, karena anggota masyarakatnya
diduga tidak mengandalkan cara berpikir abstrak melainkan lebih sering bersikap
irrasional.
Ciri Masyarakat Primitif
1. Mata
pencahariannya berburu dan mencari buah-buahan di hutan.
2. Pada
tingkatan di atasnya, mereka juga bercocok tanam baik berpindah-pindah atau
menetap.
3. Bertempat
tinggal di gua dan hutan sekalipun ada juga yang telah mengalami sedikit
kemajuan dengan membuah rumah gubuk dalam satu komunitas.
4. Pengetahuan
yang diajarkan adalah keterampil yang mereka peroleh secara tradisi.
2.2 Kebudayaan Agraris
Dalam
masyarakat budaya agraris yang masih kuat, mitos memegang peran sangat besar
dalam interaksi sosial. Ia diperlukan untuk menjaga tradisi dan tindakan sosial
yang bersifat altruistik (bertindak secara bersama-sama). Hutan bisa selamat,
air bisa mengalir terus apabila dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mitologi,
seperti ada makhluk penunggu dan sebagainya. Akan tetapi, dalam budaya seperti
ini pun sangat berbahaya. Menjaga mitos yang berdampingan dengan hal yang sangat
berbahaya (gunung berapi yang siap meletus), apabila sedikit saja keliru dalam
menafsirkan hal ini, puluhan bahkan ratusan korban jiwa pasti terjadi.
Disinlah, harus ada kearifan untuk menjaga harkat martabat umat manusia[3].
Ditinjau dari segi geografis desa
adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dan
lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu merupkan suatu wujud atau kenampakan di
muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi dan
kultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga hubungannya
dengan daerah lain. Menurut Sutardjo
Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum bertempat tinggalnya suatu
masyarakat yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto
dalam bukunya Suatu Pengantar Geografis
Desa, 1977 dijelaskan sebagai berikut:
Unsur- unsur desa ialah
- Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, serta penggunaannya.
- Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan persebaran dan mata pencaharian penduduk setempat.
- Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan[4].
Maju mundurnya sebuah desa
bergantung dari tiga unsur ini yang dalam kenyataannya ditentukan oleh faktor
usaha manusia (human efforts) dan tata geografi (geographical setting). Adapun
menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500
jiwa. Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Mempunyai pergaulan yang saling
mengenal antara beberapa ribu jiwa,
b.
Memiliki perhatian dan perasaan
yang sama dan kuat tentang kesukaan terhadap adat kebiasaan
c.
Memiliki cara berusaha (dalam hal
ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam,
seperti : iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris bersifat
sambilan.
Jadi yang
dimaksud masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang mendiami suatu
wilayah tertentu yang penghuninya mempunyai perasaan yang sama terhadap adat
kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di dalam kelompok
mereka, seperti gotong royong dan tolong-menolong.
1.
Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan
Masyarakat
pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama
anggota warga desa sehingga seseorang merasa dirinya merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat tempat ia hidup, serta rela berkorban
demi masyarakatnya, saling menghormati, serta mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama di dalam masyarakat terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama.
Adapun ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain :
·
Setiap warganya mempunyai
hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan warga masyarakat
di luar batas-batas wilayahnya.
·
Sistem kehidupan pada umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
2.
Kegiatan Masyarakat Desa
Salah
satu ciri khas dalam kehidupan masyarakat desa adalah adanya semangat
gotong-royong yang tinggi. Misalnya pada saat mendirikan rumah, memperbaiki
jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya. Gotong royong semacam ini lebih
dikenal dengan sebutan kerja bakti, terutama menangani hal-hal yang bersifat
kepentingan umum. Ada juga gotong-royong untuk kepentingan pribadi, misalnya
mendirikan rumah, pesta perkawinan dan kelahiran. Pekerjaan gotong royong
terdiri atas dua macam, yaitu :
·
Kerja sama yang timbulnya dari
inisiatif warga masyarakat itu sendiri (diistilahkan dari bawah, tanpa ada
paksaan dari luar)
·
Kerja sama dari masyarakat itu
sendiri, tapi berasal dari luar (biasa berasal dari atas, misalnya atas
perintah aparat desa)
Lebih
dari 82 % masyarakat Indonesia tnggal di pedesaan dengan mata pencaharian
agraris. Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka
yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi, mereka bukanlah
masyarakat yang senang berdiam diri tanpa aktivitas, tanpa ada suatu kegiatan,
tetapi sebaliknya. Pada umumnya masyarakat desa sudah bekerja keras, namun
mereka perlu diberikan pendorong yang dapat menarik aktivitas mereka, sehingga
cara dan irama bekerjanya menjadi efektif, efisien dan kontinyu.
2.3
Masyarakat Industrial
Pengertian
“industri” dalam konteks budaya ini, perlu dipahami secara mendalam yang
artinya bukan berarti industri” dalam arti “pabrikasi” dan “masalisasi”. Namun
budaya sebagai suatu kegiatan industri yang di dalamnya mencakup pemahaman
terpadu antara:
1.
Perencanaan (planning) dan
pembangunan (development)
2.
Pengelolaan (management)
3.
Pemasaran (marketing)
4.
Investasi (investment)
5.
Pelestarian (conservation)
Industri warisan budaya bangsa tidak boleh di
pandang sebelah mata. Sebagai bagian dari sektor ekonomi kreatif, industri
jenis ini menjadi aset tak terbatas yang sampai kapan pun tidak akan pernah
lekang oleh zaman dengan catatan bahwa proses kreasi dan inovasi terus
diberdayakan.
Industri modern masuk indonesia pada masa
penjajahanbketika masyarakat masih dalam kekuasaan yang kuat. Sebelumnya,
industri yang berkembanng adalah kerajinan tangan yang dilakukan di
rumah-rumah. Masuknya industri modern diterima oleh masyarakat, bukan hanya
karena kekuasaan yang berpengaruh, melainkan juga sikap bangga yang terbuka
menerima perubahan.
Desa sebagai basis masyarakat mendapat pengaruh
dari industrilisasi ini. Dilihat dari ruangnya, pengalihfungsian lahan-lahan
pertanian menjadi areal industri menimbukan beberapa hal tersendiri
berkurangnya lahan pertanian di pulau Jawa mengakibatkan banyak orang
kehilangan kesempatan hidup mapandengan bekerja di sektor agraris. Dengan
kemampuan terbatas menyerap tenaga kerja, industri malah menimbulkan pengangguran dalam jumlah yang meningkat[5]
Budaya istimewa akibat industrilisasi adalah
materialisme, segala sesuatu dinilai dengan kebendaan. Budaya ini harus
berbenturan dengan budaya bangsa indonesia yang sangat memegang norma-norma
sosial. Hubungan intrapersonal masyarakat semakin renggang atau diartikan
dengan cara lain, yaitu tolong menolong dalam menyelesaikan urusan yang
dihadapinya ( korupsi dan kolusi ).
Namun disisi lain industrilisasi memberikan
perubahan pola pikir dimasyarakat. Masyarakat mulai memperhatikan pendidikan,
manfaaat menabung, demokrasi dalam keluarga, dan memberikan lebih banyak
kesempatan bagi wanita dalam aktifitas. Perubahan juga terjadi dalam memandang
urusan agama, misalnya, banyaknya orang islam yang berusaha sekuat tenaga,
menunaikan haji, sekalipun sekali seumur hidup.walaupun tekad ini kerang kuat
di masyarakat, karena derasnya arus moderenisasi sehingga lebih mementingkan
kebendaan dari pada kerohanian.
Industrilisasi di Indonesia memberikan karakteristik karena
harus berhadapan dengan budaya bangsa yang kuat. Di sisi lain, bangsa Indonesia
masih senang mencari intisari masyarakatnya sendiri menjadi suatu kebenaran
pribadi yang di pegang kuat. Dengan demikian, apa yang benar di luar Indonesia
tidak perlu berlaku di sini. Pandangan ini yang seharusnya di jaga dalam
menghadapi situasi masa depan sehingga tercipta keadaan yang saling memengaruhi
antara industry dengan intisari budaya bangsa Indonesia.
Pada
perencanaan pembangunan di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada umumnya
dalam merumuskan pembangunan tidak lain adalah sebagian upaya untuk memajukan
suatu masyarakat. Mereka berpikir bahwa masyarakat mereka yang agraris harus
diubah menjadi masyarakat yang bercorak industrial. Usaha itu disebut sebagai
proses transformasi masyarakat agraris menuju masyarakat industrial.
Proses transformasi adalah proses perubahan secara
mendasar dan besar-besaran yang dilakukan untuk mengubah basis ekonomi, sosial
dan politik, yang dari semula bercorak pertanian agraris menuju kehidupan
industrial. Proses
transformasi masyarakat di negara agraris pada dasarnya mencakup tiga macam
perubahan, yaitu :
- Perubahan ekonomi yang relatif stabil
- Perubahan kelembagaan politik sosial dari ilmu tradisional menuju modern.
- Perubahan kelembagaan politik dari feodal menuju demokrasi
Ketiga jenis perubahan tersebut harus berjalan
secara bersama-sama dan terkait satu sama lain untuk memperoleh perubahan
mendasar dalam basis ekonomi. Proses
transformasi masyarakat agraris menuju industrial hanya akan terjadi kalau ada
campur tangan yang terencana dan sistematis dari pemerintah atau negara.
Dalam hal ini, industrialisasi yang dimaksud adalah
setiap usaha dan strategi yang dilakukan pemerintah untuk menjaga basis ekonomi
masyarakat dari semula bercorak agraris pertanian menuju industrialisasi yang
perekonomiannya berbasiskan pada produksi, kebijaksanaan industrialisasi ini
merupakan prioritas dalam perubahan ekonomi yang membawa perubahan pada
orientasi perilaku masyarakat ini jadi semakin rasional.
Kehidupan masyarakat industrial adalah kehidupan di
dalam masyarakat perkotaan. Karenanya untuk membicarakan kebudayaan industrial,
maka kita akan berbicara mengenai kebudayaan masyarakat kota. Beberapa ahli mengartikan kota sebagai suatu
himpunan penduduk yang bertempat tinggal di dalam pusat kegiatan ekonomi,
pemerintahan, kesenian dan ilmu pengetahuan.
Adapun ciri-ciri masyarakat kota
adalah :
- Jumlah penduduk besar dan padat, terutama di pusat kota.
- Mempunyai penduduk yang beraneka ragam karena asal usul mereka yang berlainan.
- Penduduknya lebih dinamis, banyak mengadakan perubahan pekerjaan, mudah berpindah tempat tinggal, dan sebagainya.
- Lebih cepat, lebih bebas dan mudah bergerak, lebih cepat menerima dan membuang sesuatu yang baru. Peradaban macam ini memberikan kepada mereka sesuatu perasaan harga diri yang besar[6].
Keadaan kota dengan bermacam
corak hidup seperti di atas menarik masyarakat pedesaan untuk melakukan
urbanisasi. Akibatnya, terjadi berbagai masalah sosial, baik bagi kota yang
dituju maupun desa yang ditinggalkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan
peradaban manusia terasa begitu cepatnya, kita tentunya mengenal masyarakat
primitif, pada era itu seseorang untuk mendapatkan suatu barang harus ditukar
dengan barang lagi (barter), kemudian meningkat ke masyarakat agraris, kemudian
masyarakat industry. Maju
mundurnya sebuah desa bergantung dari tiga unsur ini yang dalam kenyataannya
ditentukan oleh faktor usaha manusia (human efforts) dan tata geografi
(geographical setting). Adapun menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang
penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri-ciri yaitu Mempunyai pergaulan yang saling mengenal antara beberapa
ribu jiwa, Memiliki perhatian dan perasaan yang sama dan
kuat tentang kesukaan terhadap adat kebiasaan, Memiliki
cara berusaha (dalam hal ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti : iklim, kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris bersifat sambilan.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uin-suka.ac.id/3158/1/BAB%20I,%20V.pdf
Mawardi dan Nur Hidayati.2006. IAD-ISD-IBD. Bandung: Pustaka Setia
Wahyu,Ramdani.2008. Ilmu Budaya Dasar
. Bandung: Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar